WELCOME TO SNIPER DEPOK CLUB BLOG

Terimakasih anda telah berkunjung ke blog kami.
Blog SNIPER Club berisi 8 kolom informasi yang disebut "Pojok." Ada Pojok Pengumuman, Pojok Renungan, Pojok Mejeng, Pojok Ngocol, Pojok Anti Crime, Pojok Sehat, Pojok Ekubank dan Pojok Tunggangan.

Pojok-Pojok itu tidak hanya bisa dibaca, bro and sis serta pengunjung Blog juga dapat mengirimkan tulisannya ke kolom tersebut karena Blog ini terbuka untuk umum dalam mengungkapkan buah pemikiran.

Tak ada gading yang tak retak, kami tetap perlu komentar dan masukan positif dari para pengunjung yang terhormat, demi makin baiknya contents maupun tampilan blog Sniper Club.

Salam SNIPER



15 Januari 2009

Organda ke laut ajah…..!

Berikut tulisan Bastanul Siregar wartawan harian Bisnis Indonesia tertanggal 13 Januari 2009 tentang tidak mau turunnya ongkos transportasi dengan berbagai alasan. Enak lho dibaca dan bisa jadi mewakili nyolotnya bro and sis atas sikap ngocolnya supir maupun pengusaha angkutan umum.

Setiap pagi, Deni (25 tahun) warga Karet Tanah Abang Jakarta Pusat, naik angkot dari halte Bendungan Hilir ke perempatan Bank Indonesia Thamrin. Dari sana dia jalan kaki ke arah Kebon Sirih. Deni bekerja sebagai anggota Satpam di salah satu gedung kawasan tersebut.
Sebelum harga BBM naik akhir Mei 2008, Deni membauar ongkos angkutan umum sebesar Rp 2.000 sekali jalan. Deni masih ingat, selang sehari setelah harga BBM naik, kondektur memintanya membayar ongkos angkutan Rp 2.500 sekali jalan.
Saat itu belum ada ketetapan dari Pemerintah Provinsi DKI Jaya mengenai besaran kenaikan tarif angkot. Jadi, jika mengacu pada ada tidaknya peraturan itu, ongkos angkutan seharusnya belum naik sampai Balai Kota mengetok peraturan kenaikan ongkosnya.

Namun, Deni memilih membayar ongkos Rp 2.500 seperti diminta kondektur. Ongkos ini 20% lebih dari sebelumnya. Meski peraturan baru soal tarif angkot belum terbit, dia bisa paham karena kenaikan harga BBM otomatis menaikkan biaya operasional angkutan.
Saat itu, harga premium naik dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter, sedangkan harga solar dari Rp 4.300 per liter menjadi Rp 5.500 per liter. Kenaikan harga ini langsung diikuti kenaikan hampir seluruh harga barang.
Baru dua pekan berikutnya keputusan dari Balai Kota mengenai tarif angkot itu keluar, dan tarif angkot benar-benar naik seperti yang ditetapkan oleh kondektur angkot sejak 29 Mei 2008 seperti yang dibayar Deni, Rp 2.500 sekali naik.

Sampai pada 1 Desember 2008 ketika pemerintah menurunkan harga premium jadi Rp 5.500 per liter, ternyata ongkos angkot di Jakarta tidak serta merta turun. Hari itu, kondektur masih memintanya sebesar Rp 2.500 alias tarifnya tidak ikut turun seperti harga premium.
Lima belas hari kemudian, pemerintah menurunkan harga premium menjadi Rp 5.000 per liter, dan tarif angkot tetap tidak mau turun.
“Saya sampai pukul kondekturnya itu. Biar saja. Sudah habis kesabaran saya. Bukan masalah uangnya, melainkan mau enaknya aja dia!” kata Deni.
Menurut Deni, sekali dua kali dia masih menjumpai kondektur yang mau mengembalikan sekeping pecahan Rp 200 ketika penumpang memberikan Rp 2.500-tentu, sesudah sang penumpang ngomel-ngomel.
Akhirnya, sepekan hari setelah insiden pemukulan itu, Deni mengaku bisa jadi lebih sabar. Dia tidak lagi emosi pada kondektur, apalagi sampai memukul. Dia putuskan membeli sepeda ontel. “Teman-teman di kantor juga mulai banyak naik sepeda. Organda, ke laut ajah…..!

Kejengkelan Deni, jitu merefleksikan apa yang dirasakan jutaan pekerja kelas bawah di Ibukota RI. Omelan mereka terhadap kondektur, adalah protes kecil-kecilan terhadap mereka yang memiliki kuasa terhadap alat produksi.
Mereka sebetulnya bisa berpikir, sebenarnya para pengusaha angkot di Organda senang apabila harga BBM naik. Karena dengan cara itu ada alasan untuk menaikkan ongkos, yang apabila diakumulasikan dengan persen kenaikan harga BBM, jatuhnya malah untung.
Hitung saja dengan harga BBM per 15 Desember 208. Apabila satu bus mengangkut 52 orang, selisih pendapatan dari tarif yang diperoleh menjadi 52 X Rp 500 = Rp 26.000. Jika sehari bensin habis 40 liter, diperoleh pengeluaran 40 X Rp 500 = Rp 20.000. Selisihnya Rp 6.000.
Padahal, dalam sehari bus bisa mengangkut minimal 260 orang. Hitungan ini makin serius. Sebab sejak 15 Desember 2008 itu tarif angkot masih berlaku Rp 2.500 sekali naik, sedangkan harga bensin jadi Rp 5.000 per liter.
Berapa akumulasi keuntungan yang diperoleh, kalikan saja jumlah hari dari sejak 15 Desember 2008 sampai 15 Januari 2009, lalu kalikan dengan Rp 6000, dikalikan lagi dengan hasil bagi antara jumlah penumpang yang naik dan 52.
Bisa milyaran, tentu saja. Diyakini angka ini karena inilah situasi yang sebangun dengan situasi yang dialami sendiri 6 tahun silam, ketika mendampingi proyek peremajaan sopir angkot di Semarang. Para sopir angkot itu menyambut gembira kenaikan harga BBM!!!!

Kini setelah harga BBM turun ke harga sebelum Mei 2008, Organda tetap saja boleh mengeluarkan lagu lama seperti;
-kondektur kesulitan mengeluarkan uang receh
-ada kenaikan harga onderdil
-akan mengkompensasi dengan meningkatkan layanan.
Boleh juga memasukkan argumen konyol lain seperti;
-siap menurunkan tarif angkot bila pemerintah memberikan subsidi suku cadang, atau
-kenapa cuma tarif angkot yang diminta turun sedang tarif listrik tidak?
Boleh saja, Organda. Akan tetapi di laut sana.

Tidak ada komentar:

Berbisnis Santun ala SNIPER Club

Review growurl.com

Bingung mau kirim iklan via online?
Bingung cari agen iklan online?
Bingung dengan biaya iklan?

Tidak usah kuatir, ada growurl.com.
Situs itu luar biasa banget ngebantu memecahkan kebingungan bro and sis.
Masuk aja ke http://growurl.com, terus register dengan data yang bener. Selesai dech.
Dengan sekali klik "submit" aja, sebuah iklan langsung terkirim ke lebih dari 120 layanan iklan. Sudah gitu gratis lagi, bro and sis nggak perlu ngeluarin duit seperakpun.
Hebat khan? Simpel, cepet and yang utama grateeeeeeeessss.
Terimakasih growurl.......